Gaya Bahasa untuk Memperindah Tulisan, Trik Menarik Minat Pasar
Unsur instrinsik dalam sebuah cerpen terdiri dari peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain (Burhan Nurgiyantoro, 1995). Salah satu unsur yang memberikan pemaknaan dari sebuah cerpen adalah gaya bahasa. Seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya sastra tidak terlepas dari ciri kebahasaan yang mereka gunakan. Hal tersebut dikarenakan gaya bahasa mampu mengantar pembaca ke dalam penafsiran subyektif mereka.
Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, 1994:113). Sebuah karya sastra yang dilihat dari penggunaan gaya bahasanya, bisa diketahui pesan apa yang hendak disampaikan di dalamnya.
Gaya bahasa kerap kali digunakan dalam berbagai genre sastra. Puisi, prosa, dan drama selalu mengandung hal yang demikian. Dalam prosa, khususnya cerpen, pengarang memiliki ruang yang luas untuk menambahkan unsur estetika berupa gaya bahasa di dalam karyanya. Berikut ini macam-macam gaya bahasa dan contohnya:
-
Gaya bahasa perumpamaan, yaitu:
- Kalau diumpamakan bibit, saya sejenis bibit unggul
- Ibu tidak bisa seperti algojo!
- Ya, kita adakan semacam sidang
- Raut wajahnya yang cantik memerah ketika saya panggil begitu.
-
Gaya bahasa metafora, yaitu:
- Tempat saya bisa menggantungkan hidup dan mengurus urusan kelaurga tanpa harus menodong orang tua.
- Ibu cepat sekali mencium hubungan saya dengan janda itu.
- “Apa karena ibu dulu memiliki persamaan nasib hingga ibu bisa dengan gampang menyalakan lampu hijau bagi saya?
- tidak lain seorang bidadari yang turun mengulurkan pertolongan bagi saya, saya bersyukur sekaligus bahagia.
- Saya siap banting.
- “Dengan berat hati dan amat pahit saya putuskan.
- saya terlempar ke angkasa bahagia.
-
Gaya bahasa personifikasi, yaitu:
- Sebuah Toyota DX warna metalik menyikat saya dari belakang.
- Mobil yang berlari kecepatan tinggi.
- Mobil itu terus tancap gas.
-
Gaya bahasa depersonifikasi, yaitu:
- Dan saya akan tetap ingin menjadi busur.
- Gaya bahasa alegori, yaitu:
- Biar lambat asal selamat.
- Semua tanpa tedeng aling-aling.
- budal-badel.
- Gaya bahasa antitesis, yaitu:
- Saya ketawa karena lucu tapi juga sedih.
- Tapi, ia cepat sekali mengolah keadaan dirinya yang panik dengan sikap tenang.
- “Katakan saja terus terang, nggak usah ragu.”
- Gaya bahasa pleonasme, yaitu:
- Dulu, dulu sekali, jauh sebelum saya lahir, Bapak menggaet ibu.
- Memberikan kemerdekaan penuh untuk mengurus perkawinan.
- Wajah oval, dan sebagainya, dan sebagainya.
- Gaya bahasa perifrasis, yaitu:
- Ibu dan bapak, ditambah saudara saya yang lain memang sudah mendorong saya untuk lekas-lekas menarik seorang perempuan untuk saya jadikan permaisuri di atas kerajaan yang saya bangun.
- Ibu hanya jadi pengawas, pembimbing, penasihat, atau penengah atau jadi penonton saja.
- Gaya bahasa antisipasi, yaitu:
- Sungguh bodoh lelaki yang telah menceraikan perempuan yang begini cantik, dari segi fisik.
- Juga, saya ngeri, ia masih lekat dengan trauma kisah cinta dengan suaminya terdahulu yang budal-badel.
- Gaya bahasa koreksio, yaitu:
- Bapak menggaet ibu ketika ibu sudah punya dua anak, eh, satu anak.
Gaya Bahasa untuk Memperindah Tulisan, Trik Menarik Minat Pasar
BACA ARTIKEL LAIN: Empat Kiat Menulis Puisi Modern yang Unik