Sudah menjadi korban kekerasan seksual dan menanggung banyak derita tetapi masih ditambah kepahitan mendapat cibiran cemoohan para tetangga. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, korban kekerasan seksual yang mengalami viktimisasi, Sayangnya, kasus kekerasan yang menjadi sumber penderitaan bertubi-tubi ini setiap tahun justru cenderung bertambah, tidak mengenal tempat maupun usia. Bahkan di lingkungan pendidikan sekalipun tidak lepas dari jerat kasus kekerasan seksual.
Menjadi seorang pengamat sekaligus penolong bukanlah hal mudah. Ada banyak pergulatan batin, mental, emosional, bahkan budaya di dalamnya. Apalagi jika menjadi seorang pengamat atau bystander dalam kasus kekerasan seksual. Melihat korban ada di depan mata, akankah nurani mengantarkan pada kebijaksanaan untuk segera mengulurkan bantuan ataukah lebih baik menghindar, tidak perlu ikut campur, barangkali di sana juga ada orang lain yang akan menolongnya?
Selain membahas tentang kasus, korban, dan dilema bystander dalam kasus kekerasan seksual, buku berjudul Bystander Education: Pilar Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus ini juga mengulas secara cermat tentang berbagai hal dalam kasus kekerasan seksual khususnya yang ada di lingkup pendidikan tinggi. Penulis memberikan contoh upaya memutus mata rantai kekerasan seksual melalui berbagai strategi yang dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Buku ini juga menawarkan alternatif baru dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual melalui trimodel pencegahan kekerasan seksual.