Produksi bahan pangan tak selalu surplus. Tapi juga bisa turun, bahkan defisit. Baik karena serangan hama wereng yang hebat, banjir bandang, kemarau panjang, atau masa pandemi yang lama. Pada kondisi tersebut, setiap negara akan mengamankan kebutuhan pangan domestiknya. Negara-negara penghasil bahan pangan lebih mempriotitaskan ketahanan pangan dalam negeri, ketimbang ekspor.
Saat ini, beras adalah bahan pangan pokok yang utama. Sekitar 80 persen kebutuhan karbohidrat penduduk Indonesia bersumber dari komoditas ini. Konsumsi beras kita per kapita per tahun juga sangat tinggi. Mungkin tertinggi di dunia: Sekitar 114,6 kilogram/Kg (BPS, 2017). Bandingkan dengan negara-negara lain, misalnya di Jepang (50 Kg), di Tahiland (70 Kg), di Korea Selatan (40 Kg), atau Malaysia (80 Kg).
Sementara itu, tak semua lahan pertanian di Indonesia cocok untuk budidaya padi. Faktor alamiah seperti temperatur udara, kandungan unsur hara dan ketinggian tanah, atau lama penyinaran sinar matahari, menjadikan pulau Jawa lebih sesuai dibandingkan lahan pertanian di pulau-pulau lain. Karena itu, jaringan irigasi dibagun secara masif di pulau seluas 128.297 km ini, seiring penerapan inovasi baru bercocok tanam dan invensi sejumlah varietas padi yang unggul: potensi hasil tinggi, masa tanam singkat, bulir padi bernas, tahan hama dan penyakit, tak gampang rebah, dan lain-lain.
Riset sederhana ini mencoba untuk menulusuri kebijakan ketahanan pangan nasional dari masa ke masa, melalui perlindungan lahan pertanian dan diversifikasi bahan pangan, untuk merawat ingatan dan kesadaran kolektif kita akan sumber daya pangan lokal yang beragam. Sudah saatnya, kedaulatan pangan menjadi arus utama pembangaunan nasional, sejalan dengan komitmen global untuk memperkuat ketahanan dari krisis pangan yang dapat terjadi kapan saja.