Buku ini membahas tentang ideologi kaum fundamentalis terkait dengan pandangan keagamaan Islam masa Orde Baru. Fundamentalisme Islam di sini dalam perspektif Watt, yang dikontradiksikan dengan liberalisme, sebagai paham konservatif yang memberikan identitas muslim dengan membangun praktik Islam, dan mengembalikannya pada prinsip awal yang masih genuin. Kemunculan fundamentalisme Islam Indonesia tidak saja disebabkan oleh munculnya penyimpangan keyakinan akidah dan praktik ibadah, tetapi juga disebabkan oleh masuknya nilai dan paham Barat-liberal, yang dirasakan oleh kelompok ini akan juga merusak nilai-nilai keislaman. Bahkan munculnya kaum fundamentalis Islam disebabkan oleh kristenisasi atau karena rusaknya moralitas keagamaan maupun kehidupan umat, atau juga disebabkan kebijakan yang diambil pemerintah selama Orde Baru terhadap umat Islam.
Muhammadiyah lebih concern dalam soal purifikasi agama dan kerja-kerja amal saleh. Tauhid diarahkan Amin Rais, bukan dalam arti iman secara sempit, tapi lebih luas, seperti menegakkan keadilan. Natsir sebagai tokoh Dewan Dakwah membangun sikap fundamentalisnya dengan menguatkan Islam, membentengi umat dari kristenisasi dan modernisme sekuleristik. Abdullah Said dengan Hidayatullah-nya membangun sikap fundamentalisnya dengan melaksanakan Islam secara kaffah dengan cara membentuk jemaah islami secara kultural dan spiritual sufistik.
Adapun Abu Bakar Ba’asyir dengan Majelis Mujahidin Indonesia membangun sikap fundamentalistiknya dengan melaksanakan ajaran Islam secara kaffah melalui penerapan syariat Islam secara struktural ideologis. Apa yang dilakukan mereka merupakan hasil ijtihad yang dilakukan secara mendalam dan bertanggung jawab sebagai upaya mempertahankan kebenaran keyakinan keislaman mereka sekaligus sebagai upaya membentengi umat dari intervensi asing yang merusak kehidupan umat dalam berislam.