Penulis: Dr. Steve Sudjatmiko
Cetakan Pertama, Mei 2025
Bintang Semesta Media, Yogyakarta
xii + 269 halaman | 15 x 23 cm
ISBN Cetak: 978-623-129-456-2
ISBN Digital: 978-623-129-453-1 (PDF)
Pemimpin besar tidak hanya lahir dari momentum sejarah, tetapi juga dari kegigihan dalam menghadapi kegagalan, kemampuan merefleksikan diri, serta keteguhan dalam memegang nilai-nilai. Buku Aleksander Agung dan 60 Cangkir Kopi Bali merupakan refleksi lintas ruang dan waktu yang menyandingkan tokoh besar dari masa lampau dengan kompleksitas dunia modern. Dalam narasi yang menggabungkan fiksi, sejarah, dan filsafat kepemimpinan, buku ini menjadi jendela kontemplatif bagi siapa pun yang ingin memahami lebih dalam makna kepemimpinan yang otentik.
Sinopsis Buku Aleksander Agung dan 60 Cangkir Kopi Bali
Buku ini memosisikan Aleksander Agung—seorang penakluk legendaris dari dunia kuno—di tengah suasana kontemporer Bali, ditemani oleh penasihat bijak bernama Sofia, serta sahabat karibnya, Steven. Bersama mereka, pembaca diajak menelusuri perbincangan santai namun sarat makna tentang kepemimpinan, sambil menyesap puluhan cangkir kopi yang menjadi metafora utama buku ini. Setiap bagian menyajikan kisah pemimpin dari masa lalu—baik nyata maupun mitologis—serta pelajaran yang dapat dipetik dari keberhasilan dan kegagalannya.
Ada dua metafora utama menjadi fondasi naratif buku ini. Pertama, teko kopi melambangkan babak inspiratif yang sarat pelajaran positif. Sedangkan yang kedua adalah cangkir retak menjadi lambang dari kelemahan dan kegagalan yang mengandung hikmah. Melalui pendekatan ini, penulis tidak sekadar menuturkan sejarah, tetapi membangun refleksi—bahwa kepemimpinan bukan sekadar strategi, melainkan cerminan nilai dan integritas.
Profil Penulis Buku Aleksander Agung dan 60 Cangkir Kopi Bali
Dr. Steve Sudjatmiko bukan hanya seorang penulis, tetapi juga seorang praktisi dan pemikir dalam bidang kepemimpinan strategis. Penulis telah meraih gelar doktor dalam Manajemen Strategi dari Universitas Trisakti dan bidang Budaya Chinese Medicine di Jiangxi, Tiongkok. Penulis juga memiliki pengalaman profesionalnya luas. Mulai dari dunia korporasi—seperti Accenture, Honda Motor, dan Ace Hardware—hingga lembaga pendidikan. Ia kini menjabat sebagai wakil rektor sebuah institut di Jakarta.
Namun kekuatan penulis tidak hanya terletak pada riwayat akademik dan profesinya, melainkan pada kemampuannya menyarikan pengalaman, sejarah, dan nilai-nilai ke dalam narasi yang menyentuh. Ia telah memimpin ratusan workshop kepemimpinan di berbagai organisasi besar, dengan fokus pada pengembangan pemimpin yang reflektif dan bernilai. Melalui buku ini, ia mengajak pembaca untuk merenungkan kembali esensi kepemimpinan sejati—bukan yang dibentuk oleh jabatan semata, tetapi oleh perjalanan batin, refleksi mendalam, dan keberanian menghadapi cangkir retak kehidupan.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kelebihan Buku
-
- Konsep dan Pendekatan Unik.
Buku ini menggabungkan sejarah, fiksi, dan filosofi dalam satu narasi. Hal ini menjadikan karya tulisan ini tidak hanya informatif, tetapi juga imajinatif dan reflektif.
-
- Bahasa yang Akrab namun Penuh Makna.
Meski mengangkat tema berat seperti sejarah dan filosofi kepemimpinan, gaya bahasa penulis tetap dapat pembaca nikmati tanpa merasa kehilangan kedalaman makna.
-
- Penggunaan Metafora yang Konsisten.
Metafora “teko kopi” dan “cangkir retak” menjembatani ide-ide besar ke dalam bentuk yang mudah bagi pembaca ingat dan renungkan.
- Relevansi Kontekstual.
Pembahasan pemimpin dari lintas zaman—dari sejarah hingga mitologi—membuat pembaca bisa menemukan relevansi dalam berbagai konteks kepemimpinan masa kini.
Kekurangan Buku
-
- Ilustrasi Visual yang Kurang Maksimal
Dalam pengantar buku ini, penulis menyadari bahwa ilustrasi dalam bukunya belum sepenuhnya sesuai dengan narasi yang tulisan. Hal ini sedikit mengurangi kekuatan visualisasi dalam mendukung isi.
-
- Batas Antara Fiksi dan Fakta yang Kabur
Bagi pembaca yang terbiasa dengan bacaan sejarah yang ketat, buku ini mungkin tidak sesuai dengan seleranya. Hal itu karena buku ini menggunakan pendekatan imajinatif yang mungkin menimbulkan pertanyaan metodologis—terutama terkait validitas tokoh-tokoh dan dialognya.
Kesimpulan
Aleksander Agung dan 60 Cangkir Kopi Bali adalah buku yang lebih dari sekadar kumpulan kisah kepemimpinan. Buku ini adalah ajakan untuk duduk sejenak, menyesap kopi kehidupan, dan merenungkan arah yang sedang kita tuju sebagai pemimpin. Tidak peduli dalam skala apa pun peran kita berada. Dr. Steve Sudjatmiko menyuguhkan bukan hanya narasi inspiratif. Namun, juga bingkai reflektif yang layak menjadi bacaan wajib bagi siapa pun yang tengah menapaki jalan panjang kepemimpinan.











