Kebijakan Sekolah Ramah Anak diluncurkan pertama kali oleh UNICEF pada tahun 1999. SRA dipandang sebagai kerangka yang komprehensif sebagai upaya intevensi UNICEF dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi setiap anak dengan mempertimbangkan tiga hak anak yang paling dasar yaitu provisi, proteksi, dan partisipasi. Indonesia meratifikasi kebijakan SRA dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 tentang Sekolah Ramah Anak. Kebijakan SRA ini digagas oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bekerja sama dengan Kementerian PPPA.
Kementerian PPPA bekerja sama dengan sebelas pihak lain yang bergerak di bidang pendidikan, mendefinisikan SRA sebagai suatu sistem yang aman, bersih, seimbang, penuh kasih, dan berkembang yang melindungi hak-hak anak dan keselamatannya dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendorong keterlibatan mereka, tepatnya dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan pengawasan. SRA penting dan dibutuhkan dalam proses pembelajaran anak usia dini, tetapi secara operasional, masih banyak guru yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Untuk mengakomodasi permasalahan tersebut, maka salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan melakukan pengembangan Kurikulum PAUD Ramah Anak. Dengan adanya pengembangan Kurikulum PAUD Ramah Anak, diharapkan mampu menjadi pedoman praktis dalam mengembangkan proses pembelajaran ramah anak pada satuan PAUD.