Kau dan aku terekam, tak terelakkan
di dalam candra sangkala;
siapa pula yang kuasa melawan?
Buku ini berisi puisi-puisi hasil perenungan dan penghayatan Resna Anggria terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di dalam hidup. Puisi, baginya, adalah sebuah katarsis untuk menyampaikan beragam emosi yang terlalu rumit untuk diekspresikan dalam bentuk yang lain. Namun, lebih dari itu, puisi juga yang mengingatkannya akan esensi merasa—hal yang menjadikan kita manusia.
Puisi-puisi ini kiranya bisa membantu kita untuk terus mengingat eksistensi manusia yang terdalam. Di tengah dunia dengan segala kerunyaman juga kemuramannya, puisi adalah suatu jalan pulang yang membantu kita kembali menjadi manusia: merasakan duka, sukacita, melepas, juga mencinta. Dan, tidak ada yang pernah salah dari hal itu.
Views: 524
Menyukai ini:
Suka Memuat...

Aku yang pura-pura melupakanmu perlahan-lahan mengikhlaskanmu. Bukan tak mampu untuk berjuang lebih jauh. Jangan salah paham. Bohong jika aku tak ingin memilikimu. Jelas aku ingin bersamamu. Namun, membiasakan diri dari rasa sakit itu lebih baik bagiku. Sejauh ini aku hanya menjalankan skenario Tuhan. Sampai dimana nantinya aku benar-benar mengikhlaskan mu.…

Tuhan punya rencana atas rasaku Dia yang paling tahu bahwa ada cinta yang seindah ciptaan-Nya. Dia yang paling tahu bahwa ada nama yang bersarang di bagian paling dalam hati hamba-Nya. Dan Dia-lah yang paling tahu atas kisah kita. Semoga kau selalu bahagia, entah nanti kita akan menulis kisah bersama. Ataupun…

Keindahan ternyata tak selalu sejalan dengan angan akan untaian kata bermakna. Keindahan terpancar dari deretan puisi yang didengar bak bunga yang sedang mekar dengan harumnya yang menyebar mencolek hidung penggemar.