Pondok pesantren (ponpes) sebagai institusi pendidikan luar sekolah yang exist jauh sebelum NKRI berdiri, telah banyak berkontribusi bagi bangsa Indonesia. Namun memasuki era 5.0, ponpes kadang dipandang sebagai pendidikan kitab suci semata. Lulusan ponpes menghadapi tantangan disparitas teori ideal di pondok dengan realitas sosial di masyarakat. Padahal santri dituntut mampu mempraktikkan kredo khairunnaas anfa’uhum linnaas.
Sudah banyak upaya ponpes menjawab tantangan tersebut, namun masih menyisakan pekerjaan rumah, khususnya tuntutan agar ponpes memiliki konstruksi sosial yang berisikan tata nilai, program, tahapan, dan aktor pembelajaran yang meneladani internalisasi nilai dalam adaptasi perilaku santri serta melahirkan sosok pengemban misi profetik tenaga penyayang umat dan khadimul ummah.
Berangkat dari sebuah grounded research, buku ini menyajikan novelty strategi take in learning yakni ponpes menyelenggarakan layanan sosial di dalam komplek ponpes. Selama 24 jam santri berinteraksi dan melayani para penyandang masalah sosial. Dipadukan dengan take out learning, santri dibawa keluar praktik mengabdi di masyarakat sesuai bakat santri dan kebutuhan masyarakat.
Buku ini menganalisis best practice sebuah sistem pendidikan non-profit, partisipatif, dan berbasis keteladanan. Tahapan lifelong learning ponpes yang mengakomodasi berbagai kebutuhan ilmu dan amal warga belajar dari balita sampai lansia, terbukti menghasilkan manusia beriman, tangguh, bermental survival, loyal, dan memiliki skill terapan yang bermanfaat bagi umat.